Menguap adalah aktivitas menghirup udara dalam-dalam melalui mulut, dan mulut itupun tidak dengan cara biasa menarik nafas dalam-dalamnya. Karena datangnya keinginan menguap itu terkadang secara tiba-tiba dan tanpa dikehendaki. Tiba-tiba seseorang membuka mulut lebar-lebar menghirup udara dan menguap!!. Untuk diketahui, mulut bukanlah organ yang disiapkan untuk menyaring udara seperti hidung.
Maka, apabila mulut tetap dalam keadaan terbuka ketika menguap, maka masuk juga berbagai jenis mikroba dan debu, atau kutu bersamaan dengan masuknya udara ke dalam tubuh. Di samping itu setan akan masuk pula melalui mulut yang terbuka tersebut, sebagaimana akan datang penjelasannya.
Oleh karena itu, datang petunjuk nabawi yang mulia agar kita melawan “menguap” ini sekuat kemampuan kita, atau pun menutup mulut saat menguap dengan tangan. Dan di dalam menyikapi perbuatan menguap ini, ada beberapa adab yang mesti dilakukan oleh seorang muslim, yaitu,
1). Anjuran untuk Menolak menguap
Adab pertama di dalam menguap adalah berusaha sekuat tenaga untuk menolak dan mencegah terjadinya menguap dengan berusaha tetap menutup dan merapatkan mulut.
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ اْلعُطَاسَ وَ يَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ فَإِذَا عَطَسَ فَحِمَدَ اللهَ فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ وَ أَمَّا التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنَ الشَّيْطَانِ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِذَا قَالَ هَا ضَحِكَ مِنْهُ الشَّيْطَانُ
“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Jika seseorang bersin dan mengucapkan ‘Alhamdulillah’, maka bagi semua muslim yang mendengarnya hendaklah mengucapkan ‘tasymit’ (yaitu mengucapkan yarhamukallah). Adapun menguap adalah dari setan, maka hendaknya ditahan semampunya. Jika ia (ketika menguap) mengatakan, ‘huaahh’, maka setanpun tertawa”. [HR. al-Bukhoriy: 6223, 6226 dan Abu Dawud: 5028. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [1]
Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Adapun menguap itu dari setan dan oleh karena itu Allah membencinya. Kenapa??, karena menguap itu merupakan bukti akan kemalasan. Oleh sebab itu banyak menguap itu akan menimpa orang yang ingin tidur. Dan juga karena menguap itu merupakan bukti kemalasan, maka Allah membencinya. Maka langkah pertama apabila seseorang menguap adalah mencegah (terjadi)nya dan bersabar (di dalam mencegahnya)”. [2]
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
التَّثَاؤُبُ مِنَ الشَّيْطَانِ فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ
“Menguap itu dari setan, maka apabila seseorang di antara kalian menguap maka tahanlah sesanggup kalian”. [HR Muslim: 2994].
Dari Abu Sa’id al-Khudriy radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam,
إِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيْهِ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ
“Jika seorang dari kalian menguap, hendaklah ia menutup mulutnya dengan tangan, sebab setan bisa masuk”. [HR. Muslim: 2995 dan Abu Dawud: 5026. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [3]
Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah,
1). Hadits di atas menunjukkan bahwa menguap itu dari setan untuk membawa orang yang menguap itu kepada kemalasan.
2). Menguap itu, kebanyakan terjadi karena beratnya badan dan penuhnya (perut dengan makanan), membuatnya lemah dan condong kepada kemalasan. Hal ini akan membawa kepada syahwat yang merupakan jerat setan. [4]
Al-Imam an-Nawawiy rahimahullah berkata, “Menguap itu umumnya dibarengi dengan rasa berat, lemas dan penuh di tubuh serta lebih condong kepada sifat malas. Menguap disandarkan kepada setan sebab dia-lah yang mengajak kepada nafsu syahwat. (Hadits di atas) sebagai peringatan untuk menjauhi sebab-sebab yang dapat menimbulkan menguap, yaitu makan terlalu banyak atau berlebih-lebihan.” [5]
Dalil hadits dan penjelasan di atas menerangkan kepada kita, bahwa menguap itu dari setan, dan ia menyukai perbuatan menguap yang dilakukan manusia. Jika seseorang hendak menguap maka hendaklah sekuat tenaga untuk menolak dan mencegah terjadinya dengan menutup dan merapatkan mulut.
Menguap Ketika Sholat
Demikian pula bila dirasa menguap tersebut akan datang kepada seseorang yang sedang mengerjakan ibadah sholat, maka hendaknya ia lebih bersungguh-sungguh lagi dalam menolaknya. Sebab kondisi sholat itu lebih utama untuk dijaga dari pada kondisi-kondisi selainnya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolaniy rahimahullah mengatakan, “Dan di antara yang diperintahkan bagi orang yang menguap adalah, ‘jika sedang shalat, maka dia harus menghentikan bacaannya sampai menguapnya selesai, agar bacaannya tidak berubah’. Pendapat yang seperti ini disandarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Mujahid, ‘Ikrimah, dan para tabi’in yang masyhur”. [6]
Dari Abu Sa’id al-Khudriy radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam,
إِذَا تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلاَةِ فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ
“Apabila seseorang dari kalian menguap dalam sholat, maka hendaklah ia menahannya sebatas kemampuannya, sebab setan bisa masuk. [HR Muslim: 2995 (59) dan Abu Dawud: 5027. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [7]
Bisakah setan masuk melalui mulut manusia?. Hal ini bukanlah hal aneh dan mengherankan bagi orang yang beriman. Sebab setan benar-benar bisa masuk ke tubuh manusia melalui peredaran darahnya. Sebagaimana telah dipahami di dalam sebuah hadits,
عن علي بن الحسين فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم: إِنَّ الشَّيْطَانَ يَبْلُغُ مِنِ ابْنِ آدَمَ مَبْلَغَ الدَّمِ
Dari Ali bin Husain radliyallahu anhu, Maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setan itu dapat mencapai tempat mengalirnya darah manusia”. [HR al-Bukhoriy: 2035, 2038, 2039, 3101, 3281, 6219, 7171, Muslim: 2175 dan Abu Dawud: 2470, 4994. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [8]
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
التَّثَاؤُبُ فِي الصَّلاةِ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ
“Menguap ketika sholat adalah dari setan, jika salah seorang dari kalian menguap, maka tahanlah semampunya”. [HR at-Turmudziy: 370 dan Ahmad: II/ 397. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [9]
Al-Imam Malik rahimahullah berkata,
“Mulutnya ditutup dengan tangannya ketika sholat sampai selesai menguap. Jika menguap ketika sedang membaca bacaan sholat, kalau dia memahami apa yang dibaca, maka hukumnya makruh namun sudah mencukupi baginya (bacaan dia). Tetapi jika tidak memahaminya, maka dia harus mengulangi bacaannya, dan jika tidak mengulanginya, -kalau bacaan tersebut adalah surat al-Fatihah-, maka itu tidak mencukupi (tidak sah sholatnya), dan kalau selain al-Fatihah, maka sudah mencukupinya (sholatnya sah).” [10]
Al-Imam an-Nawawiy rahimahullah menerangkan,
“Pasal tentang beberapa masalah yang langka di tengah-tengah umat namun sangat butuh untuk dijelaskan kepada mereka, adalah di antaranya,
Seseorang yang menguap ketika sholat, dia harus menghentikan bacaan sholatnya sampai menguapnya selesai, kemudian melanjutkan bacaannya. Ini adalah perkataan Mujahid, dan ini ucapan yang bagus. [11]
2). Menutup mulut dengan tangan
Namun jika menutup dan merapatkan mulut di dalam mencegah menguap itu sulit, maka hendaknya menutup mulut dengan tangannya.
Menutup mulut dengan tangan merupakan salah satu dari adab Islam ketika menguap. Adapun di antara faidahnya adalah, 1). Melaksanakan perintah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. 2). Agar tidak terlihat pemandangan yang kurang sedap dari mulut orang yang menguap, apalagi jika mengeluarkan bau tak sedap. 3). Agar setan tidak menertawakannya.
Dari Abu Sa’id al-Khudriy radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam,
إِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيْهِ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ
“Jika seorang dari kalian menguap, hendaklah ia menutup mulutnya dengan tangan, sebab setan bisa masuk”. [HR. Muslim: 2995 dan Abu Dawud: 5026. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [12]
Namun di dalam prakteknya banyak di antara kaum muslimin ketika seseorang di antara mereka menguap lalu menutup mulutnya dengan punggung tangannya, dan menetapkannya. Namun hal ini ternyata tidak ada asalnya di dalam agama, sebagaimana telah dijelaskan oleh asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah.
Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Jika engkau terasa berat untuk mencegah (menguap) maka letakkan tanganmu pada mulutmu. Namun apa yang dikatakan oleh sebahagian ulama rahimahumullah ‘bahwa engkau meletakkan punggung tangan di atas mulut’, maka itu tidak ada asalnya. Sesungguhnya engkau meletakkan bagian dalam tangan (telapak tangan) -seperti ini-, menutup mulut. Sebabnya, apabila manusia menguap maka setan akan tertawa dari sebabnya. Setan tahu bahwa hal tersebut merupakan bukti akan kemalasan dan kelesuannya. Dan setan sangat senang jika anak Adam (manusia menjadi pemalas dan lesu –Semoga Allah melindungi kami dan kalian-. Setan juga membenci orang yang rajin lagi sungguh-sungguh, yang selalu teguh, kuat dan rajin”. [13]
3). Tidak mengucapkan ‘Haaah’, ‘Huuaaah’ atau semacamnya
Terkadang jika ada seseorang menguap baik disengaja ataupun tidak, ia berteriak keras sambil bersuara ‘huuaaaaaahhh’. Padahal hal tersebut dilarang dan dapat mengundang tawa setan. Disamping itu juga mengeluarkan suara tersebut membuat Allah ta’ala tidak suka.
Hal ini sebagaimana telah dijelaskan pada hadits di atas. Alasannya adalah, suara seperti ini dapat membuat setan tertawa. Ia menertawakan orang yang menguap dengan cara seperti ini. Maukah engkau ditertawakan oleh setan?. Tentu saja kita tidak ingin membuat setan tertawa lantaran merasa senang dan menang. Senang karena kita termakan oleh keinginnannya dan menang karena kita dapat dikalahkan olehnya. Dan, karena tertawanya setan adalah masalah ghaib dan kita tidak mengetahui tertawanya, maka suara ‘huaahh’ tersebut tetap dan masih banyak dilakukan oleh banyak dari kaum muslimin.
4). Tidak mengangkat suara ketika menguap
Mengangkat atau mengeraskan suara ketika menguap termasuk adab yang tidak baik, tidak enak didengar dan dapat membuat orang lari menjauh. Apalagi jika mengeluarkan bau yang tidak sedap dari mulutnya, lantaran tidak bersiwak atau gosok gigi atau sehabis makan makanan yang menimbulkan bau menyengat dan selainnya.
Sebagian orang terkadang sengaja mengangkat suara ketika menguap untuk membuat orang tertawa, dan dia bangga melakukannya. Ketahuilah! Itu bukan adab yang baik. Justru sebaliknya setan yang akan menertawakannya. Maka itu, hendaklah ia meninggalkan menguap dengan cara seperti ini.
Tidak ada doa atau bacaan khusus ketika menguap
Sebagian orang ada yang membaca ta’awwudz (yaitu bacaan, ‘A’udzu billahi minasy syaithonir rojim’;aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk) setiap kali menguap. Hal ini merupakan kesalahan dan kekeliruan yang dapat kita lihat dari beberapa sisi,
1). Ucapan atau doa ini tidak ada contohnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabat radhiyallahu anhum. Bila ucapan itu baik, niscaya mereka tentu telah mendahului kita dalam mengamalkannya.
2). Mengamalkan suatu amalan atau doa dan meyakininya termasuk dalam ajaran agama padahal tidak ada contohnya di dalam Islam maka hal ini merupakan bid’ah (perkara baru dalam agama), dan bid’ah itu wajib dijauhi.
3). Orang yang membaca doa ini telah meninggalkan sunah fi’liyah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ketika menguap, yakni perintah untuk menolaknya sekuat tenaga dan jika tidak mampu, menutup mulut dengan tangan.
Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Tetapi apakah kamu akan mengucapkan ‘A’udzu billahi minasy syaithonir rojim’ “. Tidak, karena hal tersebut tidak pernah datang dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah mengajarkan kita, tentang apa yang harus kita perbuat ketika menguap. Beliau tidak mengatakan, ‘Ucapkanlah ini!’. Beliau hanyalah mengucapkan, ‘Tahanlah ! atau cegahlah dengan tangan !’ dan tidak mengatakan, ‘Ucapkanlah, a’udzu billahi minasy syaithonir rojim !’.
Adapun yang telah terkenal pada sebahagian manusia bahwa seseorang itu apabila menguap hendaknya membaca ‘A’udzu billahi minasy syaithonir rojim’. Maka hal ini tidak ada asalnya. Karena ibadah-ibadah itu dibangun aras syar’iy bukan hawa nafsu. Sebahagian orang ada yang mengatakan, ‘Bukankah Allah berfirman ((Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui. QS Fushshilat/ 41: 36)). Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah menerangkan bahwa menguap itu dari setan, maka apakah ini juga merupakan gangguan?’. Kami jawab, ‘Bukan, sungguh engkau telah memahami ayat tersebut dengan salah. Karena yang dimaksud dari ayat ((Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui. QS Fushshilat/ 41: 36)) adalah menyuruh kepada perbuatan-perbuatan maksiat atau meninggalkan kewajiban-kewajiban, maka inilah yang dimaksud dengan gangguan. Sebagaimana Allah ta’ala telah berfirman tentangnya, bahwa setan suka mengganggu di antara manusia. Maka inilah gangguannya, ‘menyuruh berbuat maksiat dan melalaikan dari kewajiban’. Jika engkau merasakan hal tersebut maka ucapkanlah, ‘a’udzu billahi minasy syaithonir rojim’. Adapun menguap bukanlah termasuk di dalamnya melainkan hanyalah sunnah fi’liyah (perbuatan), yaitu mencegah dengan sekuat kemampuanmu, dan jika engkau tidak mampu, maka letakkan tanganmu pada mulutmu”. [14]
Semoga penjelasan singkat tentang menguap dan adabnya dalam Islam ini dapat bermanfaat untukku dan keluargaku serta seluruh kaum muslimin. Wallahu a’lam bish showab.
[1] Shahih Sunan Abu Dawud: 4206, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1884, 425 dan Irwa’ al-Ghalil: 780.
[2] Syar-h Riyadl ash-Shalihin: III/ 185.
[3] Shahih Sunan Abu Dawud: 4204 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 426.
[4] Bahjah an-Nazhirin: II/ 151.
[5] Syar-h Shahih Muslim: XVIII/ 122.
[6] Fat-h al-Bariy: X/ 612.
[7] Mukhtashor Shahih Muslim: 345, Shahih Sunan Abu Dawud: 4205 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 427.
[8] Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 997, Mukhtasor Shahih Muslim: 1437, Shahih Sunan Abi Dawud: 2158, 4178 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1658
[9] Shahih Sunan at-Turmudziy: 304 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3012.
[10] Mawahib al-Jalil fi Syar-h Mukhtashar asy-Syaikh Khalil (II/308) cetakan Dar Alimil Kutub.
[11] At-Tibyan fi Adab hamalat al-Qur’an, halaman 114.
[12] Shahih Sunan Abu Dawud: 4204 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 426.
[13] Syar-h Riyadl ash-Shalihin: III/ 186.
[14] Syar-h Riyadl ash-Sholihin: III/ 186.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar