Al-Muwaththo
Karya Imam Malik
1. Penulis Kitab Al-Muwaththo
Imam Malik bin Anas lahir di Madinah pada tahun 93H/711M. Beliau dilahirkan di dalam sebuah kota yang merupakan tempat tumbuhnya Islam dan berkumpulnya generasi yang dididik oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, radhiallahu ‘anhum Disana beliau menulis kitabnya Al-Muwaththo'. Beliau menimba ilmu dari 100 orang guru lebih.
Beliau hidup selama 84 tahun, wafat pada tahun 179 H dan dimakamkan di Baqie.
Sejarah keluarganya juga ada hubung-kait dengan ilmu Islam dengan ayahnya sendiri seorang perawi dan penghafal hadis yang terkemuka.
Pamannya juga, Abu Suhail Nafi’ adalah seorang tokoh hadis kota Madinah pada ketika itu dan dengan beliaulah Malik bin Anas mula mendalami ilmu-ilmu agama, khususnya hadis. Abu Suhail Nafi’ ialah seorang tabi‘in yang sempat menghafal hadis daripada ‘Abd Allah ibn ‘Umar, ‘A'isyah binti Abu Bakar, Umm Salamah, Abu Hurairah dan Abu Sa‘id al-Khudri radhiallahu ‘anhum.
Beliau meriwayatkan hadis dari sejumlah besar Tabi'ien dan Tabi'ut Tabi'ien, diantaranya : Nafi' bekas budak Ibn Umar, Ibn Syihab Az Zuhri, Abu Az Zanad, Abdurrahman bin Al Qasim, Ayyub As Sakhtiyani, Yahya bin Sa'id Al Anshari, Aisyah binti Sa'ad bin Abi Waqqash, Zaid bin Aslam, Humaid Ath Thawiel, dan Hisyam bin Urwah.
Sebaliknya, tidak sedikit guru-gurunya yg meriwayatkan hadis dari beliau sesudah itu, seperti Az Zuhri dan Yahya bin Sa'id Al Anshari. Cukup banyak perawi yg meriwayatkan hadis dari beliau. Al Hafidh Abu Bakar Al Khatib Al Baghdadi menulis sebuah kitab tentang para perawi yg meriwayatkan dari Imam Malik. Dalam kitab tersebut, Al Baghdadi menyebutkan hampir 1000 orang perawi. Diantara tokoh2 yg meriwayatkan hadis dari beliau : Sufyan Ats Tsauri, Abdullah bin AL Mubarak, Abdurrahman Al Auza'i, Abu Hanifah, Asy Syafi'i, dll.
Nama Kitab dan Kandungan Hadis
Bermodal perbendaharaan hadis sekitar 100.000 di tempuh proses penapisan yang menyita waktu 40 tahun dan setelah dikonsultasikan kepada 70 orang ulama hadis/fiqh yang berdomisili di Madinah, berkesedahan dengan kemantapan Imam Malik untuk membukukan 1.700 buah hadis dalam al-Muwaththa’.
Jumlah tersebut menurut perhitungan Abu Bakar al-Abhari terdiri atas perpaduan hadis marfu’ dengan perincian sebagai berikut :
a. 600 hadis musnad, termasuk di dalamnya 132 hadis bersanad silsilatul-zahab/asshhul-asanid
b. 222 hadis mursal ;
c. 613 hadis mauquf dan
d. 285 qaul tabi’in.
Keberagaman latar belakang mutu sanad hadis-hadis yang dimuat dalam koleksi al-Muwaththa’ agaknya selaras dengan sikap ulama hadis saat itu amat memberi kelonggaran terhadap sanad yang inqita’ (menunjuk keterputusan) sehingga berakibat adanya hadis mursal, mu’dhal dan munqathi.Penghargaan tinggi terhadap atsar shahabi, tutur nasehat yang puitis (baaghiah) dari kalangan tokoh tabi’in ikut mempengaruhi proses pemuatan informasi non hadis itu di dalam al-Muwaththa’.
Kriteria dan Sistematika Kitab Shahih
Edisi al-Muwaththa bermacam-macam dengan sistematika beragam dan yang paling populer adalah format Sulaiman Ibnu Khalaf al-Baji (wafat 474 H). Format dan sistematika al-Muwaththa’ bisa demikian tersebab oleh faktor personalia perawi yang mendapat perkenan dalam memasyarakatkan al-Muwaththa’ mencapai 993 orang. Salah seorang yang terpandang sebagai perawi paling akurat adalah Abdullah Ibnu Maslamah al-Qa’nabi yang belakangan dikenal sebagai guru hadis Imam Muslim. Sistematika al-Muwaththa’ yang kini beredar di tengah-tengah masyarakat mempertahankan tata urutan sebagai berikut :
1) Hadis-hadis musnad/mursal dengan memperioritaskan hadis eks riwayat Ulama Hijaz ;
2) Keputusa/penetapan hukum (qadhaya) Umar Ibnu Khattab .
3) Tradisi amal perbuatan Abdullah Ibnu Umar .
4) Seleksi qaul atau fatwa tokoh-tokoh tabi’in.
5) Perilaku keagamaan penduduk Madinah.
Kritik dan Pembelaan
Pandangan Ulama Terhadap al-Muwaththa’ Popularitas kitab al-Muwaththa’ bersaing ketat dengan Sunan al-Darimi dalam jajaran usulul-hadis (buku induk rujukan hadis). Reputasi al-Muwaththa’ tetap diunggulkan karena ditunjang oleh kepioneran/kepeloporan Imam Malik dalam merintis kodifikasi hadis, terbawa pula oleh publikasi madzhab fiqhnya yang mendominir faham umat Islam di Madinah, Irak, Mesir, Afrika Utara, Spanyol/ Andalus dan Sakliah. Selain itu faktor perawi langsung al-Muwaththa’ pada generasi pertama mencapai jumlah 68 orang dan pada generasi berikutnya berkembang menjadi 993 perawi.
Guru hadis yang merupakan sumber pengutipan utama koleksi Imam Malik dalam al-Muwaththa’ terdiri atas 95 orang, sedangkan personalia tetap sahabat Nabi yang menjadi nara sumber hadisnya mencapai 85 orang, di tambah dengan 23 shahabiyah (sahabat wanita) termasuk didalamnya para Ummahatul-Mu’minin dan tokoh ulama hadis dari generasi tabi’in yang hadis mereka memadati al-Muwaththa’ berjumlah 48 orang.
Kepercayaan yang serta merta diberikan kepada Imam Malik selaku ulama ahli hadis, antara lain dapat di telusuri lewat sikap Imam al-Bukhari yang segera menerima keabsahan hadis tanpa syarat selagi hadis tersebut di riwayatkan melalui Imam Malik. Lebih dari itu muncusl pula pengakuan terbuka yang datangnya dari Imam Syafi’i dan belakangan ini Ibnu Shalah dan Ibnu ‘Asakir yang intinya menyatakan bahwa al-Muwaththa’ merupakan kitab yang paling shahih (valid) dari deretan kitab susunan siapapun setingkat lebih rendah dalam mutu keshahihan sesudah Kitabullah (al-Qur’an).
Evaluasi sedini yang disampaikan oleh Imam Syafi’i tersebut amat sesuai dengan konteks zamannya semisal bila diperbandingkan kualitas keshahihannya dengan koleksi hadis ulama segenerasi al-Muwaththa’. Al-Jami’ koleksi Sufyan dan Mushannaf hasil koleksi Hammad Ibnu Salamah dan mudawan lainnya tentu jauh dari mutu keshahihan hadis-hadis yang memadati kitab al-Muwaththa’ Imam Malik tersebut. Bukanlah reputasi Imam Malik dalam hadis di mata ulama ahlut-ta’dil wat-tajrih sudah menumbuhkan kesepakatan mereka untuk menempatkan Imam Malik dalam deretan utama “amirul-mu’minin fil hadis”, semacam gelar ilmiah hadis tertinggi. Pengakuan terhadap strata tersebut dikemukakan antara lain oleh Yahya Ibnu Ma’in dan terakhir oleh Abd. Rahman al-Mahdi.
Sahih Al-Bukhari
Karya Imam Al-Bukhari
Penulis Kitab Shahih
Penulis kitab Shahih al-Bukhari adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju’fiy Al Bukhari. Ia lahir di Bukhara pada tanggal 13 Syawwal 194 H dan wafat 256 H. Bukhara adalah sebuah daerah Usbekistan, Asia Tengah, daerah yang melahirkan banyak tokoh ternama, seperti: al-Farabi dan Ibnu Sina, Zamakhsyari, al-Durdjani, al-Bairuni.
Imam al-Bukhari lahir dalam keluarga yang taat beragama. Ayahnya adalah salah seorang ulama besar dalam mazhab Maliki. Oleh karena itu, ia sudah mulai belajar agama sejak usia dini.
Kecerdasannya, terutama daya hafalnya sudah terlihat sejak kecil. Dalam perlawatannya mencari hadis ia pun pernah diuji oleh 10 orang ulama dengan masing-masing mereka menguji 10 buah hadis yang ditukarkan sanadnya satu sama lain. Imam Bukhari dapat menyelesaikan ujian ini dengan baik. Karena kekuatan hafalannya ini, maka ia diberi gelar tertinggi di kalangan muhadditsin, yaitu Amir al-Mukminin fi al-Hadits.
Semangatnya menelusuri hadis-hadis Nabi sangat luar biasa. Ia berkelana dari satu negara ke negara lain selama 16 tahun dan berhasil menghimpun 600.000 hadis. Semangat ini terutama ditelorkan oleh gurunya Ishaq ibn Rawaih yang meminta murid-muridnya untuk menulis kitab yang menghimpun hadis-hadis shahih. Di samping itu, juga mimpinya berdiri di samping Rasulullah sambil mengipasi beliau, yang ditakwilkan oleh ahli bahwa beliau adalah orang yang menjaga Nabi dari kedustaan-kedustaan orang.
Imam al-Bukhari tidak hanya menulis kitab sahih ini saja tetapi banyak kitab lain yang ditulis, tidak kurang dari 15 buah kitab yang ditulisnya. Di antaranya adalah kitab Adab al-Mufrad, Al-Tarikh al-Shaghir, Al-Tarikh al-Awsath, Al-Tarikh al-Kabir, Al-Tafsir al-Kabir, Al-Musnad al-Kabir, Kitab al-Dhu’afa dan Al-Sami’ al-Shahabah.
Nama Kitab dan Kandungan Hadis
Imam al-Bukhari memberi nama kitabnya الجامع المسند الصحيح المختصر من أمور رسول الله صلى الله عليه و سلم وسننه وأيامه . Pemberian nama al-Jami’ menunjukan bahwa kitab sahih ini tidak hanya menghimpun hadis-hadis dalam satu bidang keagamaan, tetapi banyak bidang keagamaan. Di samping itu penggunaan kata al-musnad al-shahih mengindikasikan bahwa hadis-hadis di dalam kitab shahih ini adalah hadis-hadis yang memiliki sandaran yang kuat.
Kita Shahih Imam al-Bukhari ini memuat kurang lebih 4000 buah hadis. Sebagian hadis-hadis ini disebut pada beberapa tempat, sehingga bila dihitung seluruhnya, termasuk dengan pengulangannya, maka mencapai 7000 hadis. Sebanyak 4000 buah hadis ini, merupakan hadis-hadis yang telah diseleksi dari 600.000 buah hadis yang didapatkan oleh Imam al-Bukhari.
Kriteria dan Sistematika Kitab Shahih
Imam al-Bukhari tidak menjelaskan kriteria kritik hadisnya, tetapi para ulama melakukan penelitian terhadap hadis-hadis yang ada di dalam kitab shahih dan menyimpulkan bahwa kriteria yang digunakannya sangat ketat. Imam al-Bukhari menggunakan kriteria kesahihan hadis seperti ittishal sanad, ‘adalah,dhabit, terhindar dari syadz dan ‘illat. Tetapi, untuk ittishal sanad imam Bukhari menggunakan kriteria dapat dipastikan liqa’ dan mu’asharah. Di samping itu, rawi-rawi dari kalangan murid al-Zhuhri yang digunakan adalah rawi-rawi yang faqih, artinya rawi-rawi yang memiliki ‘adalah dan dhabit dan lama menyertai Imam al-Zhuhri.
Dalam menyusun hadis-hadisnya, Imam al-Bukhari tidak menuliskan judul babnya, tetapi menempatkan hadis-hadis dalam pembicaraan yang sama dalam satu kelompok. Para ulama belakanganlah yang menulis judul babnya.
Kritik dan Pembelaan
Meskipun para ulama menyatakan bahwa kitab Shahih al-Bukhari memiliki akurasi yang tinggi, tetapi ditemukan juga kritik terhadap hadis-hadis yang ada dalam kitabnya, baik dari segi kualitas sanadmaupun matan-nya. Imam Daruquthni yang menyatakan bahwa dalam Shahih al-Bukhari terdapat hadis-hadis mursal dan munqathi’. Tetapi kritik ini dijawab oleh para ulama terutama oleh penulis kitab syarh-nya, yaitu Ibn Hajar. Ia menyatakan bahwa hadis-hadis mursal dan munqathi’ dalam Shahih al-Bukhari bukanlah pokok tetapi adalah hadis-hadis yang berfungsi sebagai syahid dan tabi’. Di samping itu, banyak hadis-hadis yang dikritik itu adalah hadis-hadis yang berulang, pada sebelumnya telah disebutkan secara lengkap sanadnya.
Sedangkan kritik matan banyak dimunculkan oleh para pemikir modern dan juga dari kalangan orientalis. Hadis-hadis yang dikritik ini terutama hadis-hadis musykil dari segi logika modern, misalnya hadis yang menyatakan bahwa Nabi menjelaskan bahwa pada malam hari matahari pergi sujud di bawah Arsy Tuhan. Kesulitan memahami hadis-hadis seperti ini, karena para pengkritik memahami hadis dengan memahami maksud Nabi dalam menyampaikan hadis itu kepada para sahabat.
Dalam hadis di atas, Nabi tidak bermaksud untuk menjelaskan pengetahuan astrofisika, tetapi Nabi ingin menjelaskan bahwa semua yang ada di alam ini tunduk di bawah kekuasaan Allah. Di samping itu, Nabi berbicara dengan masyarakatnya yang awam dengan pengetahuan astrofisika, sehingga bila Nabi berbicara apa adanya, mereka tidak akan mampu menangkap maksud Nabi.
Sahih Muslim
Karya Imam Muslim
Penulis Kitab Shahih
Penulis kitab Shahih Muslim adalah Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Lahir di Naisaburi, sebuah daerah di Usbekistan, Asia Tengah, pada tahun 204 H dan wafat pada tahun 261 H. Ia belajar agama sejak kecil dan terkenal dengan sifat tawadhu’dan wara’.
Guru-gurunya pada umumnya sama dengan guru Imam Bukhari. Pada awal sekali ia belajar kepada Imam al-Dakhili, kemudian Yahya ibn Yahya, Ishaq ibn Rawaih, Ahmad ibn Hanbal, Abdullah ibn Maslamah, Imam al-Dzihli dan Imam Bukhari. Tetapi, dari kedua gurunya yang disebutkan terakhir, al-Dzihli dan al-Bukhari, ia tidak meriwayatkan satu hadis pun. Hal ini ditanggapi secara beragam oleh para ulama. Sebagian mengatakan bahwa ia menghindari konflik antara al-Dzihli dan al-Bukhari, sehingga ia menjaga perasaan kedua gurunya dengan tidak meriwayatkan hadis dari mereka berdua. Sebagian lagi mengatakan bahwa Imam Muslim tidak meriwayatkan hadis dari Imam Bukhari, karena ia berusaha mencari jalur sanad yang lain.
Dalam mencari dan mendapatkan hadis-hadis Nabi yang sudah tersebar, ia berkelana selama 15 tahun dan mendapatkan sebanyak 500.000 buah hadis. Ia bolak-balik dari satu negara ke negara lain, Hijaz, Syam, Irak dan Mesir. Dari safarinya mencari hadis-hadis Nabi ia menghasilkan beberapa karya, antara lain : al-Musnad al-Kabir, Kitab al-‘Ilal, Kitab al-Mukhadhramin, Kitab Aulad al-Shahabah dan lain-lain.
Nama Kitab dan Kandungan Hadis
Kitab Shahih Muslim diberi nama oleh penulisnya dengan Al-Musnad al-Shahih. Kitab ini berisi 4.000 buah hadis. Tetapi jika dihitung secara keseluruhan termasuk hadis-hadis yang diulang penulisannya, maka sebagian ulama menyatakan seluruhnya berjumlah sebanyak 12.000 buah hadis. Dari 4000 buah hadis telah mencakup hadis-hadis dalam berbagai bidang keagamaan seperti : keimanan, hukum, akhlak, tafsir, sirah, dan lain-lain. Oleh karena itu, para ulama menyebut kitab Muslim ini dengan kitab al-Jami’.
Berbeda dengan Imam Bukhari, Imam Muslim membuat sebuah tulisan pendahuluan untuk kitabnya ini. Dari sinilah para ulama menemukan kriteria dan pandangan imam Muslim berkenaan dengan hadis-hadis Nabi. Lebih jauh dapat dijelaskan bahwa catatan pendahuluannya berisi penjelasan tentang pembagian dan macam-macam hadis, hadis-hadis yang dicantumkan dalam shahihnya, keadaan para perawi dan mungungkapkan cela-celanya, menerangkan pentingnya isnad, dan berdalil dengan hadismu’an’an
Kriteri dan Sistematika Kitab Shahih
Imam Muslim menjelaskan kriteria hadis-hadis yang dimuatnya di dalam kitabnya, yaitu:
ما وضعت شيأ في كتابي هذا إلا بحجة وما أسقطت منه شيأ إلا بحجة .
Dalam kesempatan lain ia menjelaskan:
ليس كل شئ عندي صحيح وضعته ههنا إنما وضعت ما أجمعوا عليه.
Dari penejelasan ini terlihat bahwa hadis-hadis yang dimasukan ke dalam kitab Shahih-nya, adalah hadis-hadis yang memiliki alasan kesahihan yang kuat. Di samping itu, ia juga menyatakan bahwa hadis-hadisnya sebagiannya disepakati oleh para ulama.
Dari penelitian yang dilakukan terhadap hadis-hadisnya, imam muslim menggunakan kriteria yang dipakai dalam dalam menentukan kesahihan, yaitu: sanad bersambung, perawi yang adil, dhabit serta tidak memiliki syadz dan ‘illat. Tetapi dalam menentukan kebersambungan sanad, Imam Muslim tidak seketat Imam Bukhari, di mana bila perawinya tsiqah, ia cukup mengasumsikan sanad bersambung dengan terjadinya muasharah (kesezamanan) antara para perawi dan kemungkinan liqa’ (terjadi pertemuan dalam kapasitas guru dan murid), yakni bila daerah tempat tinggal mereka tidak berjauhan. Di samping itu, rawi-rawi yang digunakan oleh Imam Muslim termasuk juga rawi-rawi dari murid-murid Imam al-Zhuhri yang adil dan dhabit, tetapi tidak lama menyertai Imam al-Zhuhri. Sementara Imam al-Bukhari lebih banyak menggunakan rawi-rawi dari kalangan murid Imam al-Zhuhri yang lama menyertai al-Zhuhri.
Sistematika penulisan kitab Shahih Muslim
kitab Shahih Muslim diakui oleh banyak ulama sebagai sistematika yang lebih baik. Pertama, ia menyebut menempatkan hadis-hadis yang semakna beserta sanadnya dalam satu kelompok tertentu. Kedua, ia menghimpun sanad yang muttafaqun alaihi (disepakati oleh ulama) dan yang tidak dengan metode tahwil (berpindahnya jalur rawi) dengan menggunakan lambang huruf ha( ح). Ketiga, ia lebih banyak mengutip hadis-hadis riwayat bi al-lafzhi. Ini merupakan satu kelebihan di banding hadis-hadis riwayat Imam al-Bukhari. Keempat, ia sangat memperhatikan matan hadis. Jika ada dua rawi yang menyampaikan hadis, maka ia menyebutkan lafaz dari perawi tertentu. Atau juga bila ada ziyadah(tambahan lafaz), maka ia juga menyebutkannya.
Kritik dan Pembelaan
Kitab Shahih Muslim juga tak lepas dari kritikan, baik dalam hal sanad maupun matannya. Dari sisi sanad, dinyatakan bahwa di dalam kitab Muslim terdapat hadis-hadis mu’allaq dan mursal. Di samping itu, juga terdapat perawi-perawi yang lemah dalam hadis-hadis Muslim.
Kritikan ini dibantah oleh Imam al-Nawawi, bahwa hadis-hadis muslim hadis-hadis mursal dan mu’allaq hanya hadis-hadis yang berfungsi sebagai syahid dan tabi’. Sedangkan berkenaan dengan perawi yang dinilai dhai’if, sebagian mereka memang mukhtalith pada akhir hidupnya dan Imam Muslim meriwayatkan sebelum rawi tersebut mukhtalith.
Sedangkan dari sisi matan, sebagian para tokoh-tokoh modern menyatakan bahwa terdapat hadis-hadis palsu, misalnya hadis yang menjelaskan tentang penciptaan dunia dan isinya dalam tujuh hari, padahal Allah dalam al-Qur’an menjelaskan bahwa penciptaan langit dan bumi adalah enam hari.
Kritikan ini dibantah dengan oleh para pembela kitab Shahih Muslim, dengan penjelasan bahwa hadis muslim dituduh palsu itu, tidak berbicara tentang penciptaan langit dan bumi, tetapi berbicara tentang penciptaan isi dunia. Jadi persoalannya hanya persoalan perbedaan pemahaman terhadap hadis tersebut.
Sahih Abu Daud
Karya Imam Abu Daud
Penulis Kitab Shahih
Penulis kitab ini adalah Sulaiman ibn al-Asy’ats ibn Ishaq ibn Basyir ibn Syaddad ibn Amr al-Azdadi al-Sijistani. Lahir tahun 202 H di Sijistan, antara Iran dan Afganistan, dan wafat 275 H. Ia belajar agama sejak usia dini, terutama dengan al-Qur’an dan Bahasa Arab. Ketertarikannya dalam bidang hadis yang juga dalam usia dini, karena ayahnya al-Asy’ats bin Ishaq adalah seorang perawi hadits yang meriwayatkan hadits dari Hamad bin Zaid dan saudaranya, Muhammad bin al-Asy`ats termasuk seorang yang menekuni dan menuntut hadits.
Ketertarikannya dalam bidang hadis ini membawa ia berkelana ke berbagai negeri di mana ada guru-guru hadis seperti: Khurasan, Rayy, Kuffah, Bagdad, Basrah, Damaskus dan Mesir. Di negeri-negeri ini, ia belajar dari guru-guru yang terkenal seperti: Yahya bin Main, Abu Amr al-Dharir, Abu Walid al-Thayalisi, Sulaiman ibn Harb, Usman ibn Abi Syaibah, Ahmad bin Hanbal, Abdullah bin Maslamah, dan Qutaibh bin Sa’id.
Ia banyak dipuji oleh para ulama, seperti Ibrahim al-Harbi yang menyatakan bahwa hadis dilunakan bagi. Pujian ulama ini bukan suatu yang dilebih-lebihkan, tetapi ia buktikan dengan berbagai karya yang lahir dari tangannya, antara lain : Kitab al-Sunan, Kitab al-Marasil, Kitab al-Qadr, Al-Nasikh wa al-Mansukh, Fadhail al-A’mal, Kitab al-Zuhd, Dalil al-Nubuwah, Ibtida’ al-Wahy dan Akhbar al-Khawarij.
Nama Kitab dan Kandungan Hadits
Kitab ini diberi nama oleh Abu Daud dengan al-Sunan sebagaimana surat yang ia kirim ke penduduk Mekah. Dengan penamaan al-Sunan ini, tampak bahwa Abu Daud memiliki kecenderungan pada fiqh. Dan itu sebabnya, seluruh hadis-hadis yang ada dalam kitabnya, yakni 4800 buah hadis yang ia saring dari 500.000 buah hadis, menyangkut dengan lapangan kajian fiqh. Kitab ini mendapat perhatian yang serius dari para ulama. Hal ini tanpak dari syarah yang ditulis oleh para ulama tak kurang sebanyak 13 buah kitab. Di antara kitab syarh yang paling terkenal adalah: ‘Aun al-Ma’bud ‘ala Sunan Abi Daud yang ditulis oleh Syaikh Syarf al-Haqq, Syarh Syaikh Abu al-Hasan al-Sanadi al-Madani dan Ma’alim al-Sunankarya Abu Sulaiman al-Khattabi.
Kriteri dan Sistematika Kitab Shahih
Imam Abu Daud sebagaimana muhadditsin lainnya, juga menggunakan kriteri keshahihan hadis, seperti kebersambungan sanad, ‘adalah, dhabit, ketiadaan syudz dan ‘illat. Hadis-hadis yang ditulis dalam kitabnya sebagian ada yang sahih dan ada pula yang dha’if. Hal ini seperti yang ia kemukakan sendiri:
كتبت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم خمسمائة ألف حديث، انتخبت منها ما ضمنته هذا الكتاب، وجمعت فيه اربعة ألاف وثمانمائة حديث، ذكرته الصحيح وما يشبهه ويقاربه، وما كان فيه وهن شديد بينته وما لم اذكر فيه شيئا فهو صالح، وبعضها اصح من بعض
Oleh karena itu, sesuai dengan penjelasannya, maka di dalam kitabnya terdapat penjelasan kualitas beberapa hadis seperti dha’if. Sebagian ulama memandang penjelasan Abu Daud ini sebagai suatu hal yang positif, yaitu bahwa Abu Daud telah menjelaskan kedha’ifannya, sehingga orang dapat menghindarkan diri darinya. Tetapi sebagian lagi menganggap bahwa sangat mutasahhil dalam persoalan pemakaian hadis, di mana hadis-hadis dha’if pun masih ditolerir oleh Abu Daud.
Sistematika penulisan Kitab Sunan Abu Daud sangat baik. Pertama, ia memberi komentar terhadap kualitas sebagian hadis. Kedua, sangat memperhatikan matan hadis sehingga ia menyebutkan lafaz hadis ini dari si fulan. Demikian pula bila ada tambahan ia pun menyebutkan bahwa pada matan hadis ini ada ziyadah. Ketiga, ia juga menghimpun beberapa jalur sanad yang lain bahkan terkadang sampai tiga jalur sanad untuk satu hadis.
Kritik dan Pembelaan
Ada beberapa kritik yang dikemukakan oleh ulama terhadap karya Abu Daud seperti Ibn Taimiyah, antara lain: pertama, Sebagian hadis dijelaskan kualitasnya sedangkan sebagian lain tidak. Kedua, adanya hadis dha’if yang dinilai oleh para ulama tetapi tidak ada penjelasan Abu Daud. Ketiga, adanya kemiripan Abu Daud dengan Imam Ahmad dalam mentolerir hadis-hadis dhaif.
Semoga penjelasan diatas bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar